CP Gunawan Sebut Ada Keterlibatan Polisi Dibalik Peredaran Pil Koplo Di Bekasi

Bekasi,Okgas.com
Bak jamur di musim hujan. Peredaran obat keras terbatas (K) atau yang lebih di kenal Pil Koplo beredar bebas. Kartel pengerdar pik koplo seolah luput dari jerat hukum.

Peredaran pil koplo di Bekasi cukup terorganisir dengan rapih. Jelas menunjukan lemahnya pengawasan aparat penegak hukum. Khusunya Polda Metro Jaya, hingga Dinas Kesehatan setempat dalam memberangus peredaran obat keras terbatas tanpa Nomor Ijin Edar (NIE). Bak jamur di musim hujan. Peredaran obat keras terbatas (K) atau yang lebih di kenal Pil Koplo beredar bebas di Bekasi. 

Kartel pengerdar pik koplo seolah luput dari jerat hukum. Di Bekasi itu polisi tahu bang ada Peredaran tramadol. Pemain-nya ada Iskandar dari grop granat, juga ada grop aceh Serumpun yang di gawangi Dedi Haryadi,” papar CP Gunawan.

Saat awak media coba menelusuri jejak peredaran obat keras golongan HCL jenis tramadol, Hexymer dan lainnya. Dengan mudah awak redaksi mendapatkan obat Tramadol dengan harga 6000 per butirnya. Bahkan penjaga toko di Jl. Bulak Perwira RT. 03, RW. 24, Bekasi Utara yang jelas mengakui telah berkoordinasi dengan aparat Polsek dan Polres. “Untuk Urusan koordinasi biasa bos yang langsung setor ke Aparat bang. Kalau saya disini hanya jaga saja,” paparnya. 

Sampai berita ini diturunkan pihak Polres Metro Bekasi belum memberikan komentar. Setali tiga uang, maraknya kartel pil koplo di Bekasi menunjukan lemahnya pengawasan Kepolisian. Masyarakat mempertanyakan kinerja Kepolisian. Khususnya wilayah hukum Polsek Polda Metro Jaya. 

Tramadol sendiri merupakan obat yang berkerja pada sistem saraf, sehingga memberikan efek halusinasi pada penggunanya. Dan jika dikonsumsi berlebih akan menimbulkan kejang serta kerusakan pada saraf. Menurut pengamat kebijakan publik dan lingkungan kepada awak redaksi. “Tentunya ada pelanggaran, baik pengguna maupun pengedar dapat dikenakan sanksi sebagaimana diatur Undang-Undang No. 36 Tahun 2009 Tentang Kesehatan, Undang-Undang No. 7 Tahun 1963. Tentang Farmasi, serta untuk pengendar dapat djerat Undang-Undang No. 8 Tahun 1999 tentang Perlindungan Konsumen,” jelas Drs. Aris Sucipto M. Si (15/10). 

(Tim)