DENPASAR,Okgas.com
Direktorat Reserse Kriminal Khusus (Ditreskrimsus) Polda Bali melakukan Operasi Tangkap Tangan (OTT) terhadap oknum Kepala Desa (Kades/Perbekel) Bongkasa berinisial KL. 

Setelah menjalani pemeriksaan intensif, KL yang menjabat sebagai Perbekel Bongkasa akhirnya ditetapkan  sebagai tersangka tindak pidana korupsi oleh Direktorat Reserse Kriminal Khusus (Ditreskrimsus) Polda Bali, Kamis, 7 November 2024.

Hingga kini, Polda Bali masih melakukan penyelidikan lebih dalam terhadap tindak kasus pidana korupsi yang dilakukan tersangka KL.

Bahkan, sejumlah dokumen dan uang tunai serta alat komunikasi disita polisi sebagai barang bukti.

Menyikapi hal tersebut, Pakar Hukum menilai tidak menutup kemungkinan adanya kasus serupa terjadi di desa-desa lainnya di Bali. 

Demikian disampaikan  Pakar Hukum yang juga Kriminolog Fakultas Hukum Universitas Udayana (FH Unud), Prof. Dr. Gede Made Swardana, S.H.,M.H., saat dikonfirmasi awak media di Denpasar, Selasa, 12 November 2024.

Menurutnya, kejadian OTT Kades Bongkasa telah menunjukkan bahwa Aparat Penegak Hukum (APH) masih berada di baris terdepan memberantas korupsi.

"Kalau OTT itu artinya sudah dari jauh hari yang bersangkutan ini diselidiki. Tentu Polisi sebelumnya sudah melakukan observasi terhadap yang bersangkutan sebelum dilakukan OTT, ini kan operasi intelijen. Kalau saya ditanya apakah ada kemungkinan terjadi di desa-desa lain? Tidak menutup kemungkinan, semua prosedur kan tinggal menunggu waktu saja," terangnya.

Lebih lanjut, diterangkan, bahwa Aparat Penegak Hukum (APH) yang terlibat langsung dalam OTT Bendesa Bongkasa, terlebih dahulu sudah memiliki rekam jejak dari targetnya. 

Bahkan, pihaknya tak menampik, bahwa tersangka OTT sudah dari jauh hari menjadi target.

Tak hanya itu, lanjutnya apa yang telah dilakukan Polda Bali adalah sesuatu yang baik, menunjukkan Indonesia masih melakukan perlawanan terhadap korupsi, ketimbang mereka tidak bekerja dan membiarkan korupsi merajalela di Bali.

"Ini sebagai langkah baik dari Polda Bali secara tegas ikut memberantas korupsi di Bali. Untuk oknum-oknum lainnya, saya ingatkan hati-hati, jangan main-main sama uang negara," ungkapnya. 

Menurutnya, apa yang dilakukan oleh oknum Perbekel Bongkasa tidak dibenarkan secara Undang-Undang (UU) dan hukum di negara ini.

Mengingat, Perbekel/Kades adalah Aparatur Sipil Negara (ASN) yang menerima upah dari APBN dan APBD, yang seharusnya ikut membangun kepercayaan masyarakat desanya.

"Saya berharap tidak ada lagi kejadian seperti ini, kejadian yang mencoreng citra Bali. Untuk Perbekel lainnya yang telah diberikan amanat dan biaya untuk membangun desa, lakukanlah sesuai aturan Undang-Undang, jangan mencari keuntungan," jelasnya.

Sebelumnya, Kades atau Perbekel Bongkasa, Kecamatan Abiansemal, Kabupaten Badung berinisial KL terjaring Operasi Tangkap Tangan (OTT) aparat Subdit III Direktorat Reserse Kriminal Khusus (Dit Reskrimsus) Polda Bali, Selasa, 5 November 2024.

Pada saat transaksi berlangsung, aparat kepolisian yang sebelumnya telah mengincar peristiwa itu terjadi langsung melakukan penangkapan. 

Pada saat itu juga polisi langsung menyita barang bukti utama kasus dugaan korupsi tersebut berupa uang Rp 20 juta yang baru saja diterima dan dimasukkan ke dalam saku celana oleh tersangka.

Ternyata, KL diduga memeras kontraktor pembangunan pura di Desa Bongkasa. Dalam pembangunan proyek pura yang menggunakan dana Anggaran Pendapatan dan Belanja Desa (APBDes) Bongkasa sebesar Rp 2,5 Milyar itu tersangka meminta fee Rp 20 juta.

Dalam melancarkan aksinya, tersangka tidak memproses termin yang diajukan oleh kontraktor. 

Caranya, tersangka menunda penandatanganan Surat Perintah Pembayaran (SPP) dan tidak melakukan autorisasi pada Sistem Informasi Bank Bali (IBB) sebelum ada kesanggupan dan kesepakatan untuk memberikan fee. 

Akibatnya, dana termin yang diajukan oleh kontraktor belum bisa ditransfer ke rekeningnya.

Atas perbuatannya, tersangka akan dijerat dengan Undang-Undang RI Nomor 20 tahun 2001 sebagaimana Perubahan atas Undang-Undang RI Nomor 31 tahun 1999 tentang Tindak Pidana Korupsi dengan ancaman pidana penjara hingga 20 tahun dan denda hingga Rp 1 milyar. (red/tim).